DUNIASAJA.COM-BASIC MEDIASI : MEDIASI DALAM KONTEKS COUNSELLING DAN MEDIASI DI PENGADILAN
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para umatnya yang senantiasa
dalam lindungan Allah SWT. Makalah ini penulis persembahkan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah mediasi konseling.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam
proses penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan secara baik tanpa
bimbingan, motivasi, serta doa’a yang sangat luar biasa dari banyak pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan yang baik ini
penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar besarnya kepada pihak yang
terkait yang telah ikut serta membantu dalam penyelesaian tugas proposal metode
penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati
penulis membutuhan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kedepannya
bisa lebih baik lagi selanjutnya.
Banda
Aceh, 02 November 2021
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
l PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG…………………………………………………………………….4
II.
TUJUAN…………………………………………………………………………………..4
III.
MANFAAT………………………………………………………………………………..4
BAB
ll PEMBAHASAN
1)
MEDIASI DALAM KONTEKS COUNSELLING………………………………………5
2)
MEDIASI DI PENGADILAN…………………………………………………………...14
BAB
lll PENUTUPAN
3) KESIMPULAN………………………………………………………………………….20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..21
BAB
l
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Jenis
layanan dalam bimbingan konseling terbagi menjadi sepuluh layanan yakni
orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, penguasaan konten, konseling
perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, konsultasi mediasi dan
advokasi. Dari sepuluh layanan bimbingan konseling tersebut, dalam makalah ini
hanya akan membahan mengenai jenis layanan mediasi.
Layanan
mediasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap dua
pihak (atau lebih) yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan kecocokan.
Ketidakcocokan itu menjadikan mereka saling berhadapan, saling bertentangan,
saling bermusuhan. Dengan layanan mediasi konselor berusaha mengantarai atau
membangun hubungan diantara mereka, sehingga mereka menghentikan dan terhindar
dari pertentangan lebih lanjut yang merugikan semua pihak.
Dalam
makalah ini akan dibahas juga mengenai tujuan layanan mediasi, komponen layanan
mediasi, asas layanan mediasi, isi layanan
mediasi, pendekatan,strategi dan teknik dari layanan mediasi, kegiatan
pendukungnya serta pelaksanaan dalam layanan mediasi.
II.
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui mediasi dalam konteks counseling
2. Untuk
memahami mediasi di dalam pengadilan
III.
MANFAAT
1. Supaya
dapat mengetahui mediasi dalam konteks counseling
2. Supaya
bisa memahami mediasi di dalam pengadilan
BAB
ll
PEMBAHASAN
1)
MEDIASI
DALAM KONTEKS COUNSELLING
A. Pengertian Layanan Mediasi
Istilah “mediasi” terkait dengan istilah “media” yang
berasal dari kata “medium” yang berarti perantara. Dalam literatur Islam
istilah “mediasi” sama dengan “wasilah” yang juga berarti perantara.
Berdasarkan arti di atas, mediasi bisa dimaknai sebagai suatu kegiatan yang
mengantarai atau menjadi wasilah atau menghubungkan yang semula
terpisah. Juga bermakna menjalin hubungan antara dua kondisi yang berbeda
dan mengadakan kontak sehingga dua pihak yang semula terpisah menjadi saling
terkait. Melalui mediasi atau wasilah dua pihak yang sebelumnya terpisah
menjadi saling terkait, saling mengurangi atau meniadakan jarak, saling
memperkecil perbedaan sehingga jarak keduanya menjadi lebih dekat. Dengan layanan mediasi konselor berusaha mengantarai atau
membangun hubungan diantara mereka, sehingga mereka menghentikan dan terhindar
dari pertentangan lebih lanjut yang merugikan semua pihak.
B. Tujuan
Fokus layanan mediasi adalah perubahan atau kondisi awal
menjadi kondisi baru dalam hubungan antara pihak-pihak yang bermasalah. Tujuan
layanan mediasi dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, yakni :
1. Tujuan Umum
Layanan mediasi (MED) pada umumnya bertujuan
agar tercapai kondisi hubungan yang positif dan kondusif diantara para klien,
yaitu pihak-pihak yang berselisih.
2. Tujuan khusus
Secara Khusus Layanan mediasi bertujuan agar terjadi perubahan atas kondisi awal
yang negative (bertikai atau bermusuhan) menjadi kondisi baru (kondusif dan
bersahabat) dalam hubungan antara dua belah pihak yang
bermasalah. Terjadinya perubahan kondisi awal yang cenderung negatif kepada
kondisi yang lebih positif .
C. Komponen
Proses layanan MED melibatkan konselor dank
lien, yaitu dua pihak (atau lebih) yang sedang mengalami masalah berupa
ketidakcocokan diantara mereka.
1. Konselor
Konselor
sebagai perencana dan penyelenggara layanan MED mendalami permasalahan yang
terjadi pada hubungan diantara pihak-pihak yang bertikai.Konselor membangun
jembatan diatas jurang yang mengaga diantara dua pihak (atau lebih) yang sedang
bermasalah itu.
2. Klien
Berbeda dari layanan
onseling perorangan, pada layanan mediasi konselor menghadapi klien yang
terdiri dari dua pihak atau lebih, dua orang individu atau lebih, dua kelompok
atau lebih, atau kombinasi sejumlah individu dan kelompok
3. Masalah klien.
masalah klien yang
dibahas dalam layanan mediasi pada dasarnya adalah masalah hubungan yang
terjadi diantara individu dan atau kelompok-kelompok yang sedang bertikai, yang
sekarang meminta bantuan konselor untuk mengatasinya. Masalah-masalah tersebut
dapat berpangkal pada pertikaian atas kepemilikan sesuatu, kejadian dadakan
seperti perkelahian, persaingan perebutan sesuatu., perasaan tersinggung,
dendam dan sakit hati., tuntutan atas hak, dsb. Pokok pangkal permasalahan
tersebut menjadikan kedua belah pihak (atau lebih) menjadi tidak harmonis atau
bahkan saling antagonistic yang selanjutnya dapat menimbulkan suasana eksplosif
yang dapat membawa malapetaka atau bahkan korban.
D. Asas
Pada dasarnya semua asas konseling perlu
mendapat perhatian dan diterapkan dalam layanan mediasi
1. Asas Kerahasiaan
Layanan mediasi melibatkan lebih dari dua
orang, yaitu konselor dan dua orang klien atau lebih.Identitas pribadi dan
segenap materi yang dibicarakan dalam layanan MED diketahui setidak-tidaknya
oleh segenap peserta layanan. Semua orang yang terlibat dalam pertikaian
dan masalah yang dipertikaikan itu bukan rahasia lagi bagi semua orang yang
ikut serta dalam layanan.
Dalam hal seperti diatas, asas kerahasiaan
hendaknya ditekankan agar semua orang yang terlibat dalam layanan (termasuk
konselor) tidak menyebarluaskan informasi apapun kepada siapapun berkenaan
dengan orang—orang yang ikut serta menjadi klien dan permasalahan yang dibahas
dalam layanan. Asas kerahasiaan harus dipegang teguh agar permasallahan
yang sedang dicarikan pemecahannya itu tidak justru semakin meluas, atau
pemecahannya menjadi rumit. Dalam layanan mediasi, asas kerahasiaan
seperti itu benar-benar ditekankan oleh konselor untuk dipahami dan diamalkan
oleh semua peserta layanan.
2. Asas keterbukaan
Layanan MED diikuti oleh dua orang atau lebih
klien.Semua orang yang mengikuti layanan hendaknya membuka diri seluas-luasnya
sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Keterbukaan para peserta layanan
secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh adanya orang ketiga
dalam proses layanan, baik orang lan itu dari pihak atau kelompok sendiri
maupun dari lawan yang bertikai. Untuk itu konselor harus bekerja keras untuk
membangun keterbukaan diantara klien, dengan cara :
a. Konselor tidak memihak.
Untuk mengatasi suasana tidak terbuka,
konselor meyakinkan para klien bahwa konselor tidak memihak pada siapapun
kecuali kepada kebenaran. Tidak berpihak kepada si A, B atau C atau kepada
pihak yang satu atau kepada pihak yang lain. Konselor menjelaskan dan
memberikan contoh-contoh ketidakberpihakan itu.
b. Masalah yang dibahas adalah masalah bersama.
Suasana saling menyalahkan, diri atau pihak
sendirilah yang benar dan yang lain salah, biasanya mewarnai hubungan antar
klien, terutama di awal proses layanan. Suasana itu perlu diubah oleh konselor,
sehingga semua peserta layanan memahami dan dapat menerima bahwa masalah yang
mereka hadapi itu adalah masalah bersama.Semua pihak harus secara bersama
membahas masalah tersebut dan menyelesaikannya. Apabila satu pihak saja yang
menyelesaikan masalah, pihak lain tidak mau menerima penyelesaian sepihak itu,
masalah bisa semain rumit dan layanan mediasi menjadi tidak bermanfaat. Dalam
hal ini, sejak awal proses layanan, mengembangkan suasanan kebersamaan itu. Suasanan
kebersamaan itu akan memungkinkan semua pihak secara terbuka membahas masalah
yang mereka hadapi.
Para peserta layanan saling mengenal dan
menerima. Kebersamaan dan keterbukaan akan tumbuh diantara para peserta layanan
apabila mereka saling mengenal dan saling menerima secara langsung dan pribadi.
Sikap segan, ragu, malu, berprasangka, dan/ataupun takut, seringkali dilator
belakangi oleh kondisi saling tidak mengenal dan menerima.Teknik perkenalan
mendalam yang biasa dipakai dalam bimbingan/konseling kelompok (tahap
pembentukan) dapat digunakan.
c. Perlakuan adil.
Keterbukaan para peserta layanan akan
berkembang apabila mereka merasa bahwa konselor berlaku adil kepada
mereka.tidak ada yang diutamakan atau dinomorduakan atau dikesampingkan. Tidak
ada yang disalahkan atau dimenangkan, dilindungi atau dipojokkan. Konselor
menghargai mereka semua, menganggap mereka sebagai pribadi-pribadi yang
memiliki kedudukan sama, yaitu kedudukan yang layak memeroleh penghargaan dan
penghormatan secara tulus dan jujur.
Dengan penampilan konselor yang tidak memihak,
berpandangan optimis terhadap permasalahan mereka, serta mengembangkan hubungan
yang positif, tulus dan jujur, serta penuh penghargaan dan penghormatan, semua
peserta layanan diharapkan merasa tidak memiliki beban untuk bersikap tidak
terbuka.
3. Asas Kesukarelaan
Idealnya semua peserta sejak awalnya
bersukarela (self referral) mengikuti layanan mediasi. Namun hal seperti itu
amat sulit terjadi apabila :
- suasana pertikaian diantara kedua belah pihak
(yang sebenarnya memerlukan layanan mediasi) masih marak,
- mereka menganggap mediasi itu tidak perlu,
- mereka masing-masing menganggap perilakunyalah
yang benar dan yang lain salah
- pihak yang merasa kuat dan benar menolak
mediasi dan pihak yang lemah kurang memercayai mediasi dari pihak ketiga karena
menganggap mediator akan tidak adil, dan memihak kepada yang kuat sedangkan
pihak yang kuat menganggap mediator tidak akan sanggup menyelesaikan
pihak-pihak yang bertikai dapat memasuki layanan mediasi apabila
:
- kedua belah pihak sudah lelah bertikai dan
korban sudah cukup banyak, mereka ingin berdamai, maka dari itu mereka
membutuhkan mediator untuk mencari jalan-jalan damai yang tidak merugikan salah
satu pihak
- salah satu pihak merasa kewalahan menghadapi
lawannya dan mencari jaan agar pihaknya tidak terlalu dikalahkan. Pihak ini
mencari mediatr untuk mendapatkan keadilan. Kondisi ini hanya akan membawa
kedua belah pihak yang satu lagi menyetujuinya dan mau mundur selangkah dan
tidak begitu sja menghabisi pihak yang berinisiatif mencari perdamaian itu
- kedua belah pihak mempunyai atasan dan para
atasan berkehendak membawa anak buah yang bertikai itu kepada konselor untuk
mendapatkan layanan konseling.
Ketiga kondisi
tersebut diatas memang dapat mengantarkan pihak-pihak yang bertikai memasuki
layanan mediasi, meskipun derajat kesukarelaan mereka pada awalnya sangat
tipis. Dalam keadaan seperti ini, tugas pertaa konselor adalah membangun
keterbukaan semua peserta layanan melalui cara-cara penerimaan yang baik dan
memberiikan penstrukturan yang didalamnya terkandung pengembangan asas
kerahasiaan dan keterbukaan, sehingga mmereka dapat bersukarela mengikuti
proses layanan.
4. Asas kekinian
materi pokok yang menjadi focus bahasan dalam
layanan mediasi adalah hal-hal yang bersifat actual, yang menyangkut pikiran,
perasaan, persepsi, sikap, dan kemungkinan tindakan yang ada atau berkembang
sekarang.
5. Asas kemandirian.
Dengan layanan mediasi, seluruh peserta
layanan diharapkan dapat mengembangkan kemandirian mereka, dalam berfikir,
merasa, berpendapat dan berpandangan, bersikap, bertindak dan bertanggungjawab
(BMB3).Kemandirian itu bersifat dan mengarah kepada hal-hal positif yang jauh
dari suasana pertikaian, permusuhan ataupun persaingan tidak sehat terhadap
pihak-pihak lain sebagaimana hal itu terjadi sebelum layanan mediasi.
6. Asas-asas lainnya
Asas-asas lain dalam konseling, yaitu
asas kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan
kasus dan tutwuri handayani, pelaksanaannya dalam layanan mediasi sebagaimana
dalam layanan konseling lainnya. Dalam layanan mediasi, pelaksanaan asas-asas
tersebut tertuju kepada sejumlah klien dari dua “kubu” atau lebih dan
memfasilitasi terbinanya hubungan diantara mereka yang semakin kondusif, dan
permisif serta berkembangnya nilai-nilai positif dalam hubungan mereka itu.
E. Isi Layanan Mediasi
Masalah atau isi yang dibahas dalam layanan mediasi adalah
hal-hal yang berkaitan dengan hubungan yang terjadi antara individu –individu
(para siswa) atau kelompok-kelompok yang bertikai. Masalah-masalah tersebut
dapat mencakup:
a. Pertikaian atas kepemilikan sesuatu
b. Kejadian dadakan (perkelahian) antara siswa
atau kelompok siswa
c. Perasaan tersinggung
d. Dendam dan sakit hati
e. Tuntutan atas hak dll.
Isi atau masalah dan layanan yang dibahas
dalam layanan mediasi lebih banyak berkenaan dengan masalah-masalah individu yang
berhubungan dengan orang lain atau lingkungan nya (masalah sosial)
Masalah-masalah yang menjadi isi layanan
mediasi bukan masalah yang bersifat kriminal. Dengan perkataan lain individu
atau kelompok yang menjadi klien dalam layanan mediasi, tidak sedang terlibat
dalam kasus kriminal yang menjadi urusan petugas polisi.
F. Pendekatan, Strategi dan Teknik
1. Format Kolaboratif
Dalam layanan MED konselor menghubungi orang-orang
atau pihak-pihak lain yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang sedang
dibahas. Pihak-pihak lain diupayakan dapat menyumbang kepada pengentasan
masalah yang dibahas itu.
2. Pendekatan.
a. Saya oke, kamu juga oke
Hal pertama dan utama yang menjadi perhatian
konselor dalam layanan mediasi adalah hubungan antar orang yang terjadi
diantara pihak-pihak yang menjadi peserta layanan. Dalam hal ini hubungan
tersebut hendaknya didasari oleh persepsi dan sikap “saya oke kamu juga oke”
(SOKO) yang merupakan kondisi bagi berkembangnya hubungan yang positif dan
produktif. Melalui penegakan asas-asas, terutama asas kerahasiaan, keterbukaan
dan kesukarelaan, serta berbagai teknik konseling yang diawali oleh teknik
penerimaan terhadap klien dan penstrukturam, suasana SOKO dapat dikembangkan
secara bertahap.
b. Komunikasi secara dewasa.
Dapat dibayangkan dalam suasana hubungan yang
tidak disadari oleh suasana SOKO, komunikasi diantara pihak-pihak yang bertikai
diwarnai oleh pembicaraan yang kurang menyenangkan dan tidak dapat diterima
oleh pihak lain. Pembicaraan atau pesan-pesan yang disampaikan bernada
penekanan, tuntutan,, ungkapan menyalahkan, menghukum, memerintah. Appabila
kedua pihak yang bertikai itu sudah mampu berbicara secara lugas, rasional, apa
adanya, tidak lagi diwarnai oleh nada nada PES melainkan oleh AES, jalan damai
permasalahn masalah diantara mereka besar kemungkinan dapat terlaksana. Tgas
konselor adallah mengembangkan komunikasi AES diantara para peserta layanan
mediasi.
c. Pendekatan komprehensif
Masalah yang terjadi diantara pihak-pihak yang
bertikai harus dilihat secara komprehensif, pemahaman terhadap satu kesatuan
yang menyeluruh tidak dilihat dari sudut-sudut bbagian-bagiannya secara
terpisah-pisah.
d. Pendekatan realistic, bermoral dan
bertanggungjawab
Pendekatan realistik menekankan pentingnya diperhatikan hal-hal
yang menjadi kenyataan. Sehingga setiap apa saja yang akan dilakukan tidak
terlepas dari kenyataan yang ada, sedangkan tanggung jawab secara khusus
Glasser memaknainya sebagai pengendalian diri, agar apa yang dilakukan tidak
merugikan dan tidak pula mengganggu pihak lainnya.
3. Strategi BMB3
Sejak awalkegiatan layanan konselor menegakkan
strategi BMB3 untuk mendorong kedua belah pihak berpikir, merasa, bersikap,
bertindak, dan bertanggung jawab sepositif mungkin dalam menghadapi,
membicarakan dan mencari solusi berkenaan dengan masalah konsulti dan pihak
ketiga.
4. Teknik
Penerapan teknik-teknik tertentu dalam
konseling layanan mediasi, pada prinsipnya bertujuan antara lain untuk
mengaktifkan peserta layanan (siswa) dalam proses layanan. Khusus layanan
mediasi, semua peserta secara individual didorong untuk secara aktif
berpartisipasi.
Ada dua terknik yang yang diterapkan dalam
layanan mediasi antara lain
1. Teknik umum
a) Penerimaan terhadap klien dan posisi duduk
Suasanan penerimaan harus dapat mencerminkan suasana
penghormatan, keakraban, kehangatan dan keterbukaan terhadap semua calon
peserta layanan, sehingga timbul suasana kondusif proses layanan mediasi.
b) Penstrukturan
Melalui perstrukturan, konselor mengembangkan pemahaman peserta
layanan tentang apa, mengapa, untuk apa dan bagaimana layanan mediasi itu.
Dalam perstrukturan juga dikembangkan tentang pentingnya asas-asas
konseling dalam layanan mediasi terutama asas kerahasiaan, keterbukaan, dan
kesukarelaan. Selain itu juga harus dikembangkan juga pemahaman terhadap klien
bahwa konselor tidak memihak, kacuali kepada kebenaran.
c)Ajakan untuk
berbicara
Apabila melalui perstrukturan belum mau berbicara, konselor
harus mengajak siswa agar mau membicarakanya. Ajakan berbicara dapat diawali
dengan upaya konselor mencari tau adanya perselisihan yang dialami para siswa
dan bagaimana konselor dapat bertemu dengan mereka.
Dan teknik umum lainnya ialah sebagai berikut :
a) Kontak mata, kontak psikologis, dorongan
minimalis, dan teknik 3M diarahkan kepada tiap siswa yang sedang berbicara.
b) Keruntutan, refleksi, dan pertanyaan terbuka
disampaikan kepada pembicara dan dapat dijawab oleh peserta selain
pembicara. Kehati-hatian konselor sangat dituntut, terlebih apabila jawaban
atas pertanyaan terbuka diberikan oleh pihak lain yang berselisih atau yang
berseberangan dengan pembicara.
c) Penyimpulan dan penafsiran, dan konfrontasi
khususnya ditujukan kepada pembicara dan secara umum boleh ditanggapi oleh
peserta lainnya.
d) Transferensi dan kontra transeferensi sangat
mungkin muncul diantara para peserta. Oleh karena itu, konselor harus secara
cerdas mengendalikan diri dalam mengemukakan kontra transferensi.
e) Teknik eksperiensil diterapkan untuk
memunculkan pengalaman-pengalaman khusus, terutama dari peserta yang
benar-benar mengalami berkenaan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam
layanan mediasi.
f) Strategi memfrustasikan klien (siswa) dan
tiada maaf diterapkan untuk membangun semangat para peserta dalam penyelesaian
masalah yang dihadapi. Konselor (pembimbing) harus hati-hati dalam menerapkan
strategi ini agar tidak menimbulkan sikap mempertahankan diri atau sikap
negatif lain nya.
2. Teknik khusus
Beberapa teknik khusus yang bisa diterapkan dalam mediasi adalah
:
a) Informasi dan contoh pribadi, teknik ini diterapakan apabila siswa
benar-benar memerlukan. Informasi harus diberikan secara jelas dan objektif,
sedangkan contoh pribadi harus diberikan secara sederhana dan berlebihan.
b) Perumusan tujuan, pemberian contoh dan latihan bertingkah
laku. Teknik ini diarahkan untuk terbentuknya tingkah laku baru, latihan bertingkah
laku, khususnya cara berhubungan atau berkomunikasi dapat dilakukan
melalui teknik kursi kosong.
c) Nasihat, teknik ini diterapkan apabila benar- benar diperlukan.
Usahakan tidak memberikan nasihat. Apabila teknik-teknik yang lain sudah diterapkan
secara baik, nasihat tidak diperlukan lagi.
d) Peneguhan hasrat dan kontrak, teknik ini merupakan tahap pengunci atas
berbagai upaya pengubahan tingkah laku yang telah dilaksanakan. Teguhnya hasrat
merupakan komitmen diri bahwa apa yang telah dilatihkan dan semua hasil layanan
mediasi benar-benar dilaksanakan. Komitmen tersebut dapat disusun dalam bentuk
kontrak yang realisasinya akan ditindaklanjuti oleh klien dan konselor.
Kegiatan pendukung layanan mediasi
Sebagaimana layanan-layanan yang lain, layanan mediasi juga
memerlukan kegiatan pendukung. Adapun kegiatan pendukung layanan mediasi
laianya adalah:
1. Aplikasi instrumentasi
Sebelum melakukan aplikasi instrumentasi, terlebih dahulu harus
diketahui hal-hal apa yang perlu diukur dan di ungkap berkenaan dengan
permasalahan siswa yang berkasus dan para anggota kelompok.
2. Himpunan data
Apabila peserta layanan mediasi adalah siswa disekolah, himpunan
data yang telah ada bisa digunakan dalam layanan mediasi. Apapun data
yang telah ada dan hendak digunakan, pengungkapan dan penggunaannya harus
disesuaikan dengan kewenangan penggunaannya.
3. Konferensi kasus
Menurut prayitno (2004) layanan mediasi merupakan konferensi
kasus mini, karena dihadiri oleh dua pihak yang berselisih atau bertikai
dan dilaksankan oleh konselor. Ada tiga jenis konferensi kasus mediasi, yaitu
a. Konferensi kasus yang dihadiri oleh peserta
layanan mediasi dan pihak-pihak yang lain yang dianggap dapat membantu
penyelesaian masalah yang dibahas dalam layanan mediasi.
b. Konferensi kasus yang dihadiri oleh
wakil-wakil pihak lain yang dianggap dapat membantu penyelesaian masalah yang
dibahas dalam layanan mediasi.
c. Konferensi kasus yang dihadiri oleh
pihak-pihak lain yang dianggap dapat membantu penyelesaian masalah yang di
bahas dalam layanan mediasi, dan tidak diwakili oleh wakil-wakil peserta
layanan.
4. Kunjungan Rumah
KR umumnya dimaksudkan untuk memperluas data yang diperoleh
melalui aplikasi instrumen yang lain dan membina komitmen anggota keluarga yang
dikunjungi dalam rangka penyelesaian masalah yang dibahas dalam layanan. Khusus
dalam layanan mediasi, KR (kunjungan rumah) juga dapat terarah untuk maksud
lain seperti, kunjungan rumah yang dilakukan untuk menjenguk korban
perkelahian, adalah bermaksud untuk menjenguk korban atau menyampaikan
hasil-hasil mediasi.
5. Alih Tangan Kasus.
Bahwa layanan mediasi seperti juga layanan-layanan yang lain,
tidak membahas persoalan siswa yang terkait dengan kriminal, gangguan penyakit
baik fisik maupun psikis, akut dan mistik. Kosnselor tidak boleh menyinggung
masalah-masalah diatas. Dengan perkataan lain, apabila masalah-masalah criminal
atau pidana ada tanda-tanda mencuat dalam proses konseling, konselor harus
menghentikan pembahan masalah dan mengalihtangankan kepada petugas lain yang
lebih berwenang (prayitno, 2004).
G. Operasionalisasi Layanan Mediasi
Seperti layanan-layanan yang lain, pelaksanaan layanan mediasi juga
melalui proses atau tahapan-tahapan sebagai berikut
1. Perencanaan
Kegiatan
yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Mengidentifikasi pihak-pihak yang akan menjadi
peserta layanan
b. Mengatur dengan calon peserta layanan
c. Menetapkan fasilitas layanan
d. Menyiapkan kelengkapan administrasi
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan yang meliputi kegiatan
a. Menerima pihak-pihak yang berselisih atau
bertikai
b. Menyelenggaraan perstrukturan layanan mediasi
c. Membahas masalah yang dirasakan oleh
pihak-pihak yang menjadi peserta layanan
d. Menyelenggarakan pengubahan tingkah laku
peserta layanan
e. Membina komitmen peserta layanan demi hubungan
baik dengan pihak –pihak lain
f. Melakukan penilain segera (laiseg)
3. Evaluasi
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan evaluasi
terhadaphasil-hasil layanan mediasi. Fokus evaluasi hasil layanan ialah
diperoleh nya pemahaman baru (understanding) klien, berkembangnya
perasaan positif (comfort), dan kegiatan apa yang akan dilakukan oleh
klien (action) setelah proses layanan berlangsung. Evaluasi dalam layanan
mediasi dapat dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :
a. Evaluasi atau penilaian segera yang fokusnya
adalah understanding (pemahaman baru klien), comfort (perkembangan perasaan
positif), dan action (kegiatan yang akan dilakukan klien setelah proses layanan
berlangsung)
b. Evaluasi atau penilaian jangka pendek. Fokus
evaluasi ini adalah kualitas hubungan antara dua belah pihak yang berselisih.
Indikatornya adalah apakah masalah yang ada diantara mereka sudah benar-benar
mereda, sudah hilang sama sekali, atau apakah sudah berkembang secara harmonis,
saling mendukung dan bersifat positif dan produktif
c. Evaluasi atau penilain jangka panjang.
Penilaian ini merupakan pendalaman, perluasan dan pemantapan penilaian segera
dan penilaian jangka pendek dalam rentang waktu yang lama (prayitno, 2004)
Penilaian dalam layanan mediasi dapat dilakukan secara lisan,
tertulis, dalam format individual atau kelompok. Responden untuk penilaian
segera adalah seluruh peserta layanan, sedangkan untuk responden untuk
penilaian jangka pendek dan panjang dapat merupakan wakil daridari
pihak-pihak yang berselilsih atau bertikai.
4. Analisis Hasil Evaluasi
Analisis hasil evaluasi, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan
adalah penafsiran hasil evaluasi dalam kaitannya dengan ketuntasan penyelesaian
masalah yang dialami oleh pihak-pihak yang telah mengikuti layanan mediasi.
5. Tindak Lanjut
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menyelenggarakan
layanan mediasi lanjutan untuk membicarakan hasil evaluasi dan
memantapkan upaya perdamaian diantara pihak-pihak yang berselisih atau
bertikai.
6. Laporan
Pada
tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Membicarakan laporan yang deperlukan oleh
pihatk-pihak peserta layanan mediasi
b. Mendokumentasikan laporan (prayitno, 2004)
2)
MEDIASI
DI PENGADILAN
Mediasi
merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan
dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh
penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan.Perdamaian merupakan cara terbaik
dalam menyelesaikan persengketaan di antara pihak berperkara. Dengan
perdamaian, maka pihak-pihak berperkara dapat menjajaki suatu resolusi yang
saling menguntungkan satu sama lain. Ini dikarenakan, dalam perdamaian, yang
ditekankan bukanlah aspek hukum semata, namun bagaimana kedua belah pihak tetap
dapat memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari pilihan-pilihan yang mereka
sepakati. Disini terlihat pula bahwa dengan perdamaian, penyelesaian justru
lebih mengedepankan sisi humanitas dan keinginan untuk saling membantu dan
berbagi. Tidak ada pihak yang kalah maupun menang, yang ada hanyalah pihak yang
menang secara bersama-sama. Dalam rangka
reformasi birokrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berorientasi pada
visi terwujudnya badan peradilan Indonesia yang agung, salah satu elemen
pendukung adalah mediasi sebagai instrument untuk meningkatkan akses masyarakat
terhadap keadilan sekaligus implementasi asas penyelenggaraan peradilan yang
sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Ketentuan hukum acara perdata yang
berlaku, Pasal 154 Reglemen Hukum Acara untuk daerah luar jawa dan Madura (Reglement
Tot Regeling Van Het Rechtwezen In De Gewesten Buiten Java En Madura,
Staatsblaad 1927:227) dan Pasal 130 Reglemen Indonesia yang
diperbaharui (Het Herziene Inlandsch Reglement, Staatsblaad 1941:
44) mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat
didayagunakan melalui mediasi dengan mengintegrasikannya ke dalam prosedur
berperkara di Pengadilan. Proses mediasi di Pengadilan menjadi bagian hukum
acara perdata dapat memperkuat dan mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan
dalam penyelesaian sengketa.
Definisi sengketa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah pertentangan atau konflik beberapa pihak mengenai suatu objek
permasalahan yang melibatkan kepentingan-kepentingan tertentu di antara para
pihak yang terlibat di dalamnya. Menurut Yahya harahap, sengketa sebagai
perselisihan yang terjadi diantara pihak-pihak (between contending parties)
mengenai suatu hal yang menjadi objek dalam perjanjian antara pihak-pihak
tersebut. Sengketa bisa terjadi ketika munculnya perasaan tidak puas oleh salah
satu pihak karena terdapat pihak lain yang tidak memenuhi prestasi atau
kewajiban-kewajibannya yang telah disepakati dalam butir-butir perjanjian atau
persetujuan. Keadaan seperti itu disebut dengan wanprestasi atau tindakan
ingkar janji. Wanprestasi dapat berupa :
1. Tidak
melaksanakan prestasi sama sekali;
2. Melaksanakan
prestasi, tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan;
3. Melaksanakan
perjanjian, tetapi terlambat atau tidak tepat pada waktunya;
4. Melaksanakan
hal-hal yang dilarang dalam perjanjian.
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
mediator. Mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat
mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan
guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ketentuan mengenai prosedur
mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung berlaku dalam proses berperkara di
Pengadilan baik dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan agama.
Setiap hakim, mediator, para pihak dan/atau kuasa hukum
wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Hakim pemeriksa
perkara dalam pertimbangan putusan wajib menyebutkan bahwa perkara telah
diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator.
Hakim pemeriksa perkara yang tidak memerintahkan para
pihak untuk menempuh mediasi sehingga para pihak tidak melakukan mediasi telah
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mediasi
di Pengadilan. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut,
apabila diajukan upaya hukum maka Pengadilan Tingkat Banding atau Mahkamah
Agung dengan putusan sela memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama untuk
melakukan proses mediasi.
Kemudian, Ketua Pengadilan menunjuk mediator hakim yang
bukan hakim pemeriksa perkara yang memutus. Proses mediasi dilakukan paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan
sela Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung. Ketua Pengadilan menyampaikan
laporan hasil mediasi berikut berkas perkara ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah
Agung. Berdasarkan laporan tersebut, hakim pemeriksa perkara pada Pengadilan
Tinggi atau Mahkamah Agung menjatuhkan putusan.
Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan
termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak
berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu
diupayakan penyelesaian melalui mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung. Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban
penyelesaian melalui mediasi meliputi:
a.
Sengketa yang diselesaikan melalui
prosedur Pengadilan Niaga;
b.
Sengketa yang diselesaikan melalui
prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
c.
Keberatan atas putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha;
d.
Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen;
e.
Permohonan pembatalan putusan arbitrase;
f.
Keberatan atas putusan Komisi Informasi;
g.
Penyelesaian perselisihan partai
politik;
h.
Sengketa yang diselesaikan melalui tata
cara gugatan sederhana; dan
i.
Sengketa lain yang pemeriksaannya di
persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya
penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut. Gugatan balik
(rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi).
Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan.
Sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar
pengadilan melalui mediasi dengan bantuan mediator bersertifikat yang terdaftar
di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan
yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator bersertifikat.
Pernyataan ketidakberhasilan mediasi dan salinan sah
sertifikat mediator dilampirkan dalam surat gugatan. Berdasarkan kesepakatan
para pihak, sengketa yang dikecualikan kewajiban mediasi tetap dapat
diselesaikan melalui mediasi sukarela pada tahap pemeriksaan perkara dan
tingkat upaya hukum. Proses mediasi pada dasarnya bersifat tertutup kecuali
para pihak menghendaki lain. Penyampaian laporan mediator mengenai pihak yang
tidak beriktikad baik dan ketidakberhasilan proses mediasi kepada hakim
pemeriksa perkara bukan merupakan pelanggaran terhadap sifat tertutup mediasi.
Pertemuan mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak
jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung
serta berpartisipasi dalam pertemuan.
Para pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan
mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum. Kehadiran para pihak
melalui komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling
melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan
dianggap sebagai kehadiran langsung. Ketidakhadiran para pihak secara langsung
dalam proses mediasi hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan sah. Alasan sah
tersebut meliputi kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam
pertemuan mediasi berdasarkan surat keterangan dokter; di bawah pengampunan;
mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau
menjalankan tugas Negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat
ditinggalkan.
Hal yang paling menjadi dasar yang merujuk pada Perma No
1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah ditetapkannya
iktikad baik sebagai salah satu determinan dalam menentukan berhasil tidaknya
mediasi. Perma ini tampaknya ingin lebih mendorong kesadaran para pihak
berperkara untuk mengubah pola pikirnya dalam menyelesaikan sengketa dengan
mengendepankan upaya-upaya perdamaian. Ketentuan tersebut tampaknya didasarkan
pada kenyataan bahwa banyak perkara yang dimediasi, terutama di Pengadilan
kota-kota besar yang pihak materil principal-nya tidak pernah datang menghadap
mediator sekalipun telah dipanggil. Padahal dapat diketahui bersama bahwa
mediasi secara langsung kepada pihak materil jauh lebih maksimal dan
kemungkinan tercapainya suatu perdamaian juga lebih besar. Karena itu, dapat
dipahami mengapa Perma Mediasi menekankan pentingnya iktikad baik dari pihak
berperkara dengan ancaman bahwa jika penggugat tidak beriktikad baik, maka
gugatannya dinyatakan tidak dapat diterima.
Pasal 7 ayat 1 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan menekankan kewajiban para pihak berperkara untuk
beriktikad baik selama proses mediasi. Jika tidak beriktikad baik, maka
gugatannya dinyatakan tidak dapat diterima. Pasal 7 ayat 2 menguraikan hal atau
keadaan dimana salah satu atau kedua pihak berperkara dinyatakan tidak
beriktikad baik, yaitu:
a.
Tidak hadir setelah dipanggil secara
patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
b.
Menghadiri pertemuan mediasi pertama,
tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya
meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;
c.
Ketidakhadiran berulang-ulang yang
mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
d.
Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi
tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi resume
perkara pihak lain; dan/atau
e.
Tidak menandatangani konsep kesepakatan
perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan
sah.
Biaya mediasi
Biaya mediasi adalah biaya yang timbul dalam proses
mediasi sebagai bagian dari biaya perkara, yang diantaranya meliputi biaya
pemanggilan para pihak, biaya perjalanan salah satu pihak berdasarkan
pengeluaran nyata, biaya pertemuan, biaya ahli, dan/atau biaya lain yang
diperlukan dalam proses mediasi. Komponen biaya mediasi tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
a.
Jasa mediator
- Jasa
mediator hakim dan pegawai pengadilan tidak dikenakan biaya;
- Biaya
jasa mediator nonhakim dan bukan pegawai pengadilan ditanggung bersama
atau berdasarkan kesepakatan para pihak.
b.
Biaya pemanggilan para pihak
- Biaya
pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi dibebankan terlebih
dahulu kepada pihak penggugat melalui panjar biaya perkara;
- Biaya
pemanggilan sebagaimana dimaksud tersebut di atas ditambahkan pada
perhitungan biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri sidang;
- Dalam
hal para pihak berhasil mencapai kesepakatan perdamaian, biaya pemanggilan
sebagaimana dimaksud tersebut diatas ditanggung bersama atau sesuai
kesepakatan para pihak;
- Dalam hal mediasi tidak dapat
dilaksanakan atau tidak berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan
para pihak dibebankan kepada pihak yang kalah, kecuali perkara perceraian
di lingkungan Peradilan Agama.
c. Biaya lain-lain di
luar biaya jasa mediator dan biaya pemanggilan para pihak sebagaimana dimaksud
di atas dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.
Mediasi diselenggarakan di ruang mediasi pengadilan atau
di tempat lain di luar pengadilan yang disepakati oleh para pihak. Mediator
hakim dan pegawai pengadilan dilarang menyelenggarakan mediasi di luar
pengadilan. Mediator nonhakim dan bukan pegawai pengadilan yang dipilih atau
ditunjuk bersama-sama dengan mediator hakim atau pegawai pengadilan dalam satu
perkara wajib menyelenggarakan mediasi bertempat di pengadilan. Penggunaan
ruang mediasi pengadilan untuk mediasi tidak dikenakan biaya.
Dalam proses mediasi,
terdapat 3 (tiga) tahapan yaitu:
1. Tahap pramediasi
Tahap pramediasi adalah tahap awal dimana mediator
menyusun sejumlah langkah dan persiapan sebelum mediasi dimulai. Pada tahap
ini, mediaor melakukan beberapa langkah strategis, yaitu membangun kepercayaan
diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi,
fokus pada masa depan, mengkoordinasikan para pihak yang bersengketa,
mewaspadai perbedaan budaya, menentukan tujuan, para pihak, serta waktu dan
tempat pertemuan, dan menciptakan situasi kondusif bagi kedua belah pihak.
2. Tahap pelaksanaan
mediasi
Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap dimana para pihak
yang bersengketa bertemu dan berunding dalam suatu forum. Dalam tahap ini,
terdapat beberapa langkah penting, yaitu sambutan dan pendahuluan oleh
mediator, presentasi dan pemaparan kondisi-kondisi faktual yang dialami para
pihak, mengurutkan dan mengidentifikasi secara tepat permasalahan para pihak,
diskusi (negosiasi) masalah-masalah yang disepakati, mencapai alternatif-alternatif
penyelesaian, menemukan butir kesepakatan dan merumuskan keputusan, mencatat
dan menuturkan kembali keputusan, dan penutup mediasi.
3. Tahap akhir
implementasi mediasi
Tahap ini merupakan tahap dimana para pihak menjalankan
kesepakatan-kesepakatan yang telah mereka tuangkan bersama dalam suatu
perjanjian tertulis. Para pihak menjalankan hasil kesepakatan berdasarkan
komitmen yang telah mereka tunjukkan selama dalam proses mediasi. Pelaksanaan
(implementasi) mediasi umumnya dijalankan oleh para pihak sendiri, tetapi pada
beberapa kasus, pelaksanaannya dibantu oleh pihak lain.
BAB
lll
PENUTUPAN
3)
KESIMPULAN
1.
MEDIASI
DALAM KONTEKS COUNSELLING
Layanan mediasi merupakan layanan konseling yang
dilaksanakan konselor terhadap dua pihak (atau lebih) yang sedang dalam keadaan
saling tidak menemukan kecocokan. Ketidakcocokan itu menjadikan mereka saling
berhadapan, saling bertentangan, saling bermusuhan. Pihak-pihak yang berhadapan
itu jauh dari rasa damai, bahkan mungkin berkehendak saling menghancurkan. Keadaan
yang demikian itu akan merugikan kedua pihak (atau lebih). Dengan layanan
mediasi konselor berusaha mengantarai atau membangun hubungan diantara mereka,
sehingga mereka menghentikan dan terhindar dari pertentangan lebih lanjut yang
merugikan semua pihak.
Layanan
mediasi (MED) pada umumnya bertujuan agar tercapai kondisi hubungan yang
positif dan kondusif diantara para klien, yaitu pihak-pihak yang berselisih.
Secara Khusus Layanan mediasi bertujuan agar terjadi perubahan atas kondisi
awal yang negative (bertikai atau bermusuhan) menjadi kondisi baru (kondusif
dan bersahabat) dalam hubungan antara
dua belah pihak yang bermasalah. Terjadinya perubahan kondisi awal yang
cenderung negatif kepada kondisi yang lebih positif .
Dalam
layanan mediasi terdiri dari tiga komponen yakni konselor, klien dan masalah
klien. Dan asas-asa yang terdapat di dalam layanan mediasi ada lima yanki asas
kerahasiaan, keterbukaan, kesukarelaan, kekinian, dan kemandirian. Namun ada
juga asas lain yang mendukung yakni kegiatan, kedinamisan,keterpaduan,
kenormatifan, keahlian alih tangan kasus, dan tut wuri handayani. Dalam layanan
mediasi pendekatan yang digunakan yaitu saya OKE, kamu juga OKE, komunikasi
secara dewasa, pendekatan Komperhensif, pendekatan realistik, bermoral dan
bertanggungjawab. Strategi yang digunakan dalam layanan mediasi yakni Strategi
BMB3 dengan teknik umum dan teknik Khusus. Dalam layanan mediasi juga ada
kegiatan pendukung yang berkaitan dan operasionalisasi layanannya.
2.
MEDIASI
DI PENGADILAN
Mediasi
merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan
dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh
penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan.Perdamaian merupakan cara terbaik
dalam menyelesaikan persengketaan di antara pihak berperkara. Dengan
perdamaian, maka pihak-pihak berperkara dapat menjajaki suatu resolusi yang
saling menguntungkan satu sama lain. Ini dikarenakan, dalam perdamaian, yang
ditekankan bukanlah aspek hukum semata, namun bagaimana kedua belah pihak tetap
dapat memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari pilihan-pilihan yang mereka
sepakati.
Definisi
sengketa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pertentangan atau konflik
beberapa pihak mengenai suatu objek permasalahan yang melibatkan kepentingan-kepentingan
tertentu di antara para pihak yang terlibat di dalamnya. Semua sengketa perdata
yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan
verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga
(derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui mediasi, kecuali
ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung.
Pasal
7 ayat 1 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
menekankan kewajiban para pihak berperkara untuk beriktikad baik selama proses
mediasi. Jika tidak beriktikad baik, maka gugatannya dinyatakan tidak dapat
diterima. Pasal 7 ayat 2 menguraikan hal atau keadaan dimana salah satu atau
kedua pihak berperkara dinyatakan tidak beriktikad baik, yaitu:
a.
Tidak hadir setelah dipanggil secara
patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
b.
Menghadiri pertemuan mediasi pertama,
tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil
secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;
c.
Ketidakhadiran berulang-ulang yang
mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
d.
Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi
tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi resume perkara pihak lain; dan/atau
e.
Tidak menandatangani konsep kesepakatan
perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.
Biaya
mediasi
a. Jasa mediator.
b. Biaya pemanggilan
para pihak.
c. Biaya lain-lain di
luar biaya jasa mediator dan biaya pemanggilan para pihak sebagaimana dimaksud
di atas dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.
Dalam proses mediasi, terdapat 3 (tiga) tahapan yaitu:
1. Tahap pramediasi.
2. Tahap pelaksanaan
mediasi.
3. Tahap akhir implementasi
mediasi.
DAFTAR PUSTAKA
Prof, Dr. Prayitno. 2012. Jenis layanan dan kegiatan
pendukung konseling. Padang: Foto Coppy.
Dr, Tohirin, M.Pd. 2012.Bimbingan dan
konseling.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Elfi Mu’awana dan Rifa Hidayah.Bimbingan konseling islam
disekolah dasar. Jakarta: Sinar grafika offset.
Amti,
Erman dan Marjohan. 1992. Bimbingan dan Konseling. Jakarta :
Depdikbud.
http://vhadle.blogspot.co.id/2013/03/layanan-mediasi.html di akses tanggal 23-10-2015 pukul 9:38
Dikutip
dari situs resmi pn-karanganyar.go.id tgl, 02 november 2021. https://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/978-mediasi-di-pengadilan Mahkamah Agung
Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Karanganyar Kelas ll. Jln. Lawu Barat
No.76B, karanganyar, Kec.Karanganyar Kab. Karanganyar, Jawa Tengah 57713,
Indonesia.
0 Komentar