DUNIASAJA.COM
RELASI
KREDIBILITAS DA’I DAN KEBUTUHAN MAD’U DALAM MENCAPAI TUJUAN DAKWAH
AL-IDZA'AH
Jurnal Dakwah dan Komunikasi
P-ISSN: 2613-9707
Volume. 02Nomor.
hal 1-18
01Januari-Juni 2020
Hariyanto
Universitas Muhammadiyah Metro
kpihariyanto@gmail.com
A.Kredibilitas
Da’i
Komunikator
dalam aktivitasdakwah disebut da’i,
yakniorang yang menyampaikan pesan/materi
dakwahkepada mad’u. Sebagaimana
yang telah dikemukakan semula bahwa mad’u
memiliki harapan-harapan
atau hak-haknya dalam proses dakwahyang
harus diketahui dan diperhatikan da’i.
Expectancy Violation Theory(EVT)mengemukakan bahwa
harapan-harapan
seseorangdipengaruhi oleh tiga
faktor penting: komunikator,
hubungan, dan konteks dimana
interaksi terjadi. Karakteristik
komunikaor meliputi
ciri-ciri penting tentang
pasangan interaksi, seperti
gender, umur, keperibadian, dan
gaya komunikasi.(West & Turner, 2014)
Secara umum, ide
yang ditawarkan dalam konsepEVTmenghendaki adanya kompetensi
dari komunikator(da’i). Berkaitan
dengan ide tersebut, Samsul Munir Aminmembagi
kompetensi juru dakwah aau da’i (komunikator) menjadi 8 kriteriayaitu kemampuan
berkomunikasi, kemampuan penguasaan diri, pengetahuan psikologi, pengetahuan kependidikan, pengetahuan
agama, pengetahuan Al-Qur’an, pengetahuan Al-Hadits, dan pengetahuan
umum.(Amin, 2013)Namun dalam hal ini,8 kriteria tersebut akan dikategorikan
menjadi 3 bagian sebagaimana berikut:
1.Kemampuan
BerkomunikasiDalam proses
dakwah, komunikan sangatlah variabel difat dan jenisnya, sehingga
hal itu menuntut
adanya kemampuan khusus
pada seorang da’iagar
pesan-pesan yang akan
disebarkan mudah diterima, dengan tidak
menemui banyak hambatan.
Kemampuan
da’idalam berkomunikasi dapat
dispesifikan menjadi 4 bagian:
1.
Bahasa Lisan : bahasa lisan yang
dipergunakan harusjelas, mudah dimengerti,disesuaikan dengan
tiap tingkatan kecerdasan
(daya tangkat pendengarnya dalam
memilih kata, dialek,
pribahasa dan sebagainya.
2.
Bahasa Tubuh : Bahasa tubuh merupakan ekspresida’i.
Bahasa tubuh mempunyai peran
besar untukmemperjelasdanmempertegasbahasa yang disampaikan
da’i.
3.
Ritme
adalah kemampuan
da’imengatur kecepatan berbicara danberekspresi. Kemampuan mengkontrol
Ritme bahasa lisan dan
bahasa tubuh akan
semakin
menarikdanmempermudahmad’u untuk memahami
pesan yang disampaikan.
4.
MentalTidak banyak da’iyangmemiliki kemampuan retorika / berkomunikasi secara baik.Terlebih jika
tidak memiliki mental yang cukup
memadai. Alhasil, dai tersebuttidak sistematis
dalam mengutarakan ide-ide pesan
dakwahnyaatau bahkan lupa
pesan yang akan disampaikan.
2. Kemampuan Penguasaan
Diri
Da’i ibarat
seorang pemandu yang
bertugas mengarahkan dan membimbing klie-nya untuk mengenal dan
mengetahui serta memahami objek-objek
yang belum diketahui
dan perludiketahui. Erving Goffman, salah satu pakar
sosiologi yang terkenal pada abad
ke-20 menggunakan sebuah
metafora dramatis untuk
menjelaskan bagaimana para pelaku
komunikasi menghadirkan dirinya.
Abu Bakar
Zakrimenegaskan bahwa seorang da’iharus melengkapi
diri dan sifat-sifat
mulia atau akhlak
yang terpuji, diantara sifat itu,
ialah:
a. Memelihara diri dari
keburukan (‘iffah),
b. Benar atau jujur (shidiq),
c. Berani (Syaja’ah)
d. Tulus (Ikhlas)
e. Rendah Hati (Tawadhu)
f. Bersih Hati
g. Adil.
h. Luwes, Dan
i. Memiliki Kepedulian Sosial Yang
Tinggi
3.
Kemampuan Pengetahuan
a.Pengetahuan Psikologi
Tidak semua
orang menangis berarti
sedih dan tidak semua
orang tertawa berarti gembira.
Yang tampak
pada manusia hanyalah gejala
dari kejiwaan dan
inilah yang dapat dilihat
dengan mata secara
lahiriyah.Oleh karena itu,
penting bagi da’idapat
berkomunikasi kepada audiennya
secara efektif, sesuai dengan
yang diharapkan mad’u.
b.Pengetahuan Agama
Da’iadalah subjek
dakwah. Da’i telah
ter-frame dalam fikiran
masyarakatmerupakan orang
yang serba tahu
dibidang keagamaan. Agar masyarakat
tidak kecewa terhadap
eksistensi da’iyang
dianggap serbatahu di
bidang agama, danagar dakwahnya dapat
diterima diberbagai kelompok
dan lapisan masyarakat,da’iharus mempunyai
kemampuan yang luas dibidang ilmu-ilmu
agama. Da’ibukan hanya sebagai
orator, tetapi da’iberperan
juga sebagai pemuka
yang mampu mempengaruhi masyarakatnya untuk
meningkatkan kualitasmukmin dan
muslim seseorang, sekaligus
mampu membantu masyarakat dalam
memecahkan
persoalan-persoalan yang
dihadapi. Baik persoalan yang berkaitan dengan kemasyarakatan, kekeluargaan,
keimanan maupun peribadatan.(Amin, 2013).
c.Pengetahuan Kependidikan
Da’iadalah sebagai pendidik yang
berusaha meningkatkan dan mengembangkan kedewasaan anggota masyarakat sehingga mereka menjadi
manusia yang bertanggung jawab kepada dirinya
sebagai hamba Allahmupunpada orang lain sebagai sesame angora masyarakat.
d. Pengetahuan Umum
Keanekaragaman pengetahuan dan
pendidikan masyarakat menuntut
da’imembekali dirinya dengan seperangkat pengetahuan
yang dapat
menjadikannyatidak ketinggalan
informasi (update)
dibandingkan mad’u. Apalagi
di alam pembangunan seperti sekarang ini masyarakat selalu dilecut dan dipacu
oleh informasi ilmu
dan teknologi.Da’iyang hidup pada masyarakat tersebut sudah tentu
harus dapat menimbanginya dengan informasi-informasi up to date,
agar keberadaanya ditengah masyarakat tidak dispelekan.
e.Pengetahuan Al-Qur’anAl-Qur’an
Al-Qur’anAl-Qur’an adalah wahyu Allahyang merupakan
sumber utama (pokok) materi
dakwah. Masyarakat penerima
dakwah, terutama yang ada
didaerah pedesaan biasanya
sebelum mendengarkan
uraian-uraian da’i,
terlebih dahulu menilai bagaimana da’idalam membaca
ayat-ayat Al-Qur’an. Jika
da’ifasih membaca ayat-ayat Al-Qur’anmaka akan
mendapat simpatik dan mad’u akan mengikuti uraian dakwah
da’itersebut.Akan tetapi
sebaliknya, jik da’itidak fasih
membaca ayat-ayat Al-Qur’an
maka ia
tidak akan mendapat
simpatik mad’u.
f. Pengetahuan Hadits
Jika Al-Qur’anberada posisi
sebagai sumber utama dalam
dakwah islam, maka
hadits adalah sumber yang
ke-dua. Relasi keduanya tidak dapat dipisahkan.Da’i tidak cukup hanya
mengetahui ilmu Al-Qur’an. Ia pun harus membekali diri dengan penegtahuan tentang
ilmu hadits. Hal demikian akan menghantarkan
da’imenjadi seorang yangbijak
dalam menyampaikan materi dakwah
dan tidak terjebak
dalam fanatisme terhadap satu hadits. Dengan mengetahui keberagaman
hadits, da’iakan mampu memperluas
kajian materi dakwahnyadan tidak terjebak dalam
sekat-sekat yang dapat memecah-belah
mad’u.
B.
Kebutuhan Mad’u
Komunikan atau
mad’u merupakan pihak
penerima pesandakwah. Tidak dapat
dipungkiri bahwa setiap
individu mad’u memiliki
harapan-harapan pada saat
mendengarkan
materidakwah.Ilyas dan Prio meneyebutkan “Kepentingan dakwah
itu berpusat kepada
apa yang dibutuhkan oleh
komunitas atau masyarakat (mad’u), bukan kepada apa yang dikehendaki oleh
pelaku dakwah (da’i).
Dakwah mesti berorientasi
kepada kepentingan mad’u (mad’u centred preaching)dan tidak kepada
kepentingan da’i(da’icentredpreaching)”.(Ismail & Hotman, 2011).
1.
Hak-Hak Mad’u
Dari perspektif teori komuniksi
tentang kaidah kesalingtergantungan,
maka selain kesadaran da’iakan haknya
untuk menyampaikan dakwah, ia
pun harus mengerti
bahwa mad’u juga memiliki hak untuk dipahami secara
empati dan simpati menjadi suatu kemestian yang mutlak. Tujuan yang ingin
dicapai dari penunaian hak ini
adalah menjaga suasana
kejiwaan mad’u agar
tetap betah berada dalam
ruang proses komunikasi
dakwah dalam tempo
yang cukup panjang.
2.
Klasifikasi Mad’u
Pengklasifikasikan mad’u memiliki
maksud untuk memperoleh pengetahuan
tentang karakter-karakter yang
khas dimiliki oleh
suatu kelompok mad’u tertentu yang tidak
terdapat pada lainnya. Pengetahuan ini,
secara lebihjauh sangat
berguna untuk menentukan kebijakan dakwah tentang
bagaimana cara mensikapi dan
berinteraksi dengan masing-masing kelompok manusia tersebut. Pengklasifikasikan mad’ujuga
sangat berguna untuk
menentukan pilihan metode dakwah yang tepat sasaran (efektif dan
efisien).
C.
Tujuan Dakwah
1.Efek Kognitif
Efek
kognitif
ini bisa terjadi
apabila ada perubahan
pada apa yang diketahui,
dipahami, dan dimengerti oleh mad’u tentang isi pesan yang diterimanya.
Pemahaman tersebut didahului
kegiatan berpikir tentang pesan
dakwah.
2.Efek Afektif
Efek ini merupakan pengaruh dakwah
berupa perubahan sikap mad’u setelah
menerima pesan dakwah.
Sikap adalah sama
dengan proses belajar dengan
tiga variabel sebagai
penunjangnya, yaitu perhatian,
pengertian, dan penerimaan. Pada tahapatau aspek ini pula penerima dakwah
dengan pengertian dan
pemikiranya terhadap pesan dakwah
yang telah diterimanya
akan membuat keputusan
untuk menerima atau menolak
pesan dakwah.
3.Efek Behavioral
Efek ini merupakan suatu bentuk efek dakwah
yang berkenaan dengan pola tingkah
laku mad’udalam merealisasikan pesan
dakwah yang telah diterima
dalam kehidupan sehari-hari
efek inimuncul setelah melalui
pesan kognitif, afektif.
Jika dakwah telah
dapat meneyentuh aspek behavioral,
yaitu telah dapat
mendorong manusia melakukan secara
nyata ajaran-ajaran Islam
sesuai dengan pesan dakwah,
maka dakwah dapat
dikatakan berhasil dengan
baik, dan inilah tujuan final
dakwah.
D.
UrgensiRelasi Da’idan Mad’u Untuk Tercapainya Tujuan Dakwah
Dalam prinsip
komunikasi dikenal dengan
kaidah hubungan ketergantungan
yang menegaskan bahwa pada dasarnya manusia memiliki hak untuk
didengar, tetapi disisi
lain ia juga
memiliki kewajiban untuk mendengarkan orang
lain. Keberlangsungan komunikasi
dalam kaitan ini ditentukan sejauh
mana kedua belah
pihak mampu mendengarkan dan memberipeluang orang
lain untuk mendapatkan
haknya. Demikian itu, karena
ada dasarnya komunikasi berlangsung dalam
suatu pola ketergantungan antar
partisipandan pengertian. Tanpa
adanya kesadaran serupa itu,
dapat dipastikan hubungan
komunikasi akan berakhir
dan itu merupakan sebuah
kegagalan dalam proses
komunikasi.(ismail & hotman,
2011).
1.Apresiasi Mad’u Terhadap Da’i
Apa
yang terjadi ketika
harapan kita tidak
terpenuhi dalam percakapan dengan
orang lain? Burgoon
percaya bahwa ketika
orang menjauhi, atau menyimpangdari harapan,apakah penyimpangan tersebut diterima
atau tidak tergantung
dari potensi penghargaan
dari orang lain. Burgoon,
Deborah Coker dan
Ray Cokermelihat bahwa tidak
semua pelanggaran atas
perilaku yang diharapkan
menimbulkan perspektif negatif. Dalam kasus-kasus dimana Prilaku
bersifat ambigu atau menimbulkan banyak interpretasi, maka tindakan yang dilakukan komunikator(da’i)dengan tingkat
penghargaan yang tinggi
dapat menimbulkan positif begitupun
sebaliknya. Contoh penghargaan positif, memberikan
senyuman, anggukan kepala,
fisik yang menarik, kesamaan sikap, status sosial
ekonomi, kredibilitas, dan kompetensi.
2. Menganggap Kesalahan Sebagai Fitrah
Valensi pelanggaran (violation valence)merujuk pada penilaian positif
atau negatif dari
sebuah perilaku yang
tidak terduga. Valensi
pelanggaran berbeda dengan valensi penghargaan komunikator. Ketika
kita menilai seberapa
bernilai seseorang atau komunikator kepada
kita, kita menggunakan
valensipenghargaan komunikator.
Valensi pelanggaran, sebaliknya berfokus
pada penyimpangan itu sendiri.
Burgoon dan Hale
mengatakan bahwa Valensi pelanggaran
melibatkan pemahaman suatu
pelanggaran melalui
interpretasi dan evaluasi.
Para komunikator berusaha
untuk menginterpretasikan makna dari sebuah pelanggaran dan memutuskan
apakah mereka menyukainya
atau tidak. Jikamisalnya,
seorang da’iberbicara sangat
dekat dengan mad’u, mad’udapat menginterpretasikannya sebagai
ekspresi superioritas atau
intimidasi. Sebagai akibatnya, valensi pelanggaran akan menjadi negatif.
Namun, mad’u jua memiliki
poensi memandang
pelanggaran ini sebagai sesuatu positif,apabila berfikir
bahwa pilaku da’I tersebut sedang menunjukan keakraban.
Maka valensi pelanggaran
akan menjadi positif.
Tidak jarang para da’imelakukan
sikap yang kurang berkenan dengan harapan
mad’u. Misalnya pengucapan lafadz
ayat/lupa ayat, salah arti/lupa
arti, lupa materi.
Ketika terjadi seperti
ini maka dibutuhkan adanya
toleransi yang diberikan
mad’u terhadap da’i, bukan harus
dengan mem-vonisbahwa
da’itersebut tidak kredibel. Tidak
ingin mendengarkan
dakwahnya kembali. Sebagai
wujud adanya relasi antara
mad’u dan da’imaka sebaiknya
mad’u memberikan sikap pemakluman terhadap hal tersebut.
METODOLOGI
Penelitian
ini bersifat deskriptf-analitis, dengan
“pisau” analisis Teori
Jude Burgoon tentang teori pelanggaran harapan (expentancy violations
theory-EVT).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Dalam teori pelanggaran
harapan (expentancy violations
theory-EVT)karya Judee Burgoon
menyatakan bahwa orang
memiliki harapan mengenaiperilaku nonverbal orang
lain.Burgoon mengatakan bahwa
harapan dalam pengertian komunikasi merupakan sebuah pola
permanen tentang perilaku yang diharapkan.
Setiap mad’u diyakini
memiliki motivasi/harapan
yang beragam dalam mengikuti ceramah (mendengarkan dakwah) atau
menghadiri pengajian tertentu. Dengan demikian menjadikan
harus adanya relasi antara da’idan mad’u
demi tercapainya tujuan dakwah tersebut.
KESIMPULAN
Orientasi dakwah bukan berpusat pada kepentingan da’i melainkan kebutuhan mad’u (mad’u centred preaching). Namun, hubungan antara da’i dan mad’u tidak dapat dipisahkan.Keduanya memiliki peran penting untuk saling memahami dan melengkapi demi tercapainya tujuan dakwah. Pada saat da’i menyampaikan pesan dakwah, mekanisme penentuan pesan dan cara penyampaian harus dipahami, agar pesan tersebut dapat diterima dengan senang hati oleh mad’u. Begitu pun sebaliknya,setinggi apapun expectancy(harapan) mad’u tehadap da’i, tetap harus memiliki penilaian positif tehadap pesan yang disampaikan da’i.
LINK
JURNAL
https://scholar.ummetro.ac.id/index.php/alidzaah/article/view/249/125
0 Komentar